THE GOLDEN AGE OF ISLAM: MENGENANG MASA KEEMASAN ISLAM DI BAWAH KEPEMIMPINAN HARUN AR-RASYID

Harun Al-Rasyid merupakan khalifah kelima dari Kekhalifahan Abbasiyah. Ia memerintah dari tahun 786 hingga 809 Masehi. Latar belakang kepemimpinan Harun al-Rasyid terkait dengan masa keemasan Abbasiyah yang dikenal sebagai Zaman Kegemilangan Islam atau Zaman Keemasan Islam.
Dilahirkan pada 17 Maret 763, Harun ar-Rasyid, khalifah Abbasiyah kelima, berusia dua puluh tiga tahun saat dia duduk di takhta pada malam 15 September 786. Malam itu cerah dan terang, gilang-gemilang dengan sejuta bintang. Menurut legenda, rembulan tampak melengkung seperti sebuah sabit di atas Istana “al-Khuld” atau Istana “Keabadian”, dengan sebuah bintang berada dekat pusat lengkungannya, seperti dalam bendera perang Muslim di kemudian hari. [1]
Dinasti Khalifah kelima Dinasti Abbasiyah bernama Harun ar-Rasyid (memerintah 786–809) mencapai puncak kejayaannya di bidang ekonomi, perdagangan, wilayah kekuasaan dan politik, ilmu pengetahuan, dan peradaban Islam. Ia terkenal sebagai dermawan, penyair, dan figur legendaris karena cerita tentang dirinya dalam Alf Lailah wa Lailah (Seribu Satu Malam).
Harun Ar-Rasyid adalah putra khalifah ketiga Abbasiyah, al-Mahdi bin Abu Ja‘far al-Mansur (memerintah 159 H/775 M–169 H/785 M). Ibunya bernama Khaizuran, seorang wanita sahaya dari Yaman yang dimerdekakan dan dinikahi al-Mahdi pada 159 H/775 M. Ia amat berpengaruh dan berperan dalam pemerintahan suaminya dan putranya. Harun ar-Rasyid naik takhta menggantikan Musa al-Hadi (memerintah 785–786), khalifah keempat. [2]
Setelah Khalifah Al-Hadi wafat pada 14 Rabiul Awwal 170 H, Harun Ar-Rasyid diangkat secara resmi sebagai khalifah mengantikan saudaranya. Dan setelah Harun Ar-Rasyid menjadi khalifah, Harun Ar-Rasyid banyak membuat penerjemahan buku-buku ilmiah dari bahasa Yunani ke bahasa Arab banyak digencarkan.
Yuhana Ibn Masawih, seorang dokter istana, mendapat tugas dari khalifah untuk menerjemahkan buku-buku kuno terkait kedokteran. Tak hanya kedokteran, penerjemahan juga dilakukan dibidang astronomi. Pada pertengahan abad ke-10, lahir dua penerjemah yang sangat penting dan produktif. Mereka adalah Yahya Ibn Adi dan Abu Ali Isa Ibnu Ishaq Ibn Zera.
Khalifah Harun Ar-Rasyid juga memberikan penghargaan kepada penerjemah kala itu berupa emas seberat buku yang berhasil diterjemahkan. Pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid pula, empat mazhab tumbuh dan sejumlah ilmu agama mengalami perkembangan [3]
Ketika Khalifah Harun ar-Rasyid memerintah, Bani Abbasiyah menguasai daerah-daerah di laut Tengah hingga India. Selain itu diantara khalifah terkenal pada masa Dinasti Abbasiyah, yang menjadikan Bagdad Kota 1001 Malam adalah Harun ar-Rasyid. Dan juga pada masa itu banyak di temukannya berbagai ilmu pengetahuan, banyak juga lahinya para ulam, dan para pencari ilmu masa itu sampai disebut Zaman Keemasan Islam [4]
Salah satu puncak pencapaian yang dapat membuat nama khalifah Harun Ar-Rasyid begitu melegenda adalah perhatianya terhadap bidang ilmu pengetahuan dan peradapan. Pada masa Kepemimpinan Harun Ar-Rasyid banyak penerjemahan karya dari berbagai macam bahasa.
Bisa dikatakan jika masa kepemimpinan khalifah Harun Ar-Rasyid adalah awal kemajuan ilmu peradapan. Pada era Kepemimpinan Harun Ar-Rasyid juga berkembang beragam disiplin ilmu pengetahuan dan peradapan yang ditandai adanya Baitul Hikmah atau perpustakaan raksasa yang sekaligus dijadikan pusat kajiaan ilmu pengetahuan dan peradapan terbesar pada masa itu. Tak hanya itu saja, khalifah Harun Ar-Rasyid juga memberikan perhatian yang begitu besar terhadap perkembangan ilmu keagamaan [5]
Pada masa pemerintahan khalifah Harun Ar-Rasyid tak selalu berjalan mulus. Salah satunya adanya pemberontakan yang dilakuakan oleh Rafi Ibn al-Latih di Samarkand. Pemberontakan tersebut mengakibatkan khalifah Harun Ar-Rasyid terpaksa harus mengungsi ke Khurasan. Dimana tindakan tersebut merupakan pertama kalinya bagi khalifah Harun Ar-Rasyid meningalkan ibu kota pemerintahan untuk melakukan perburuan para pemberontak.
Dalam masa perburuan tersebut, khalifah Harun Ar-Rasyid mengalami sakit hingga akhirnya meninggal pada tahun 890 M.Saat itu khalifah Harun Ar-rasyid masih terbilang cukup muda yaitu 43 tahun dan desa Sanaddad di Tus adalah tempat dirinya mengembuskan nafas terakhir [6]
Demikian kiranya secuil kisah dari salah satu tokoh besar dalam islam. Sejarah besar telah diukir, dan sekarang adalah era kita untuk selalu nyalakan api ilmu pengetahuan, teruskan semangat belajar, dan jadikan setiap pengalaman sebagai kunci untuk membuka pintu masa depan dengan rasa inggin tahu yang tak pernah padam.
Daftar Rujukan
[1] Bobrick, Benson, “Kejayaan sang Khalifah Harun ar-Rasyid: Kemajuan Peradaban Dunia pada Zaman Keemasan Islam” Penerjemah: Indi Aunullah; Penyelaras bahasa: Chaerul ArifCet. 1 — Jakarta: PT Pustaka Alvabet, Maret 2013
[2] https://ensiklopediaislam.id/harun-ar-rasyid/ diakses pada: 13/12/2023
[3]https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6731242/siapakah-khalifah-harun-ar-rasyid-ini-sosok-dan-kiprahnya/amp diakses pada: 14/12/2023
[4]https://amp.kompas.com/stori/read/2022/04/20/110000479/abu-abbas-as-saffah-pendiri-dinasti-abbasiyah diakses pada 14/12/2023
[5] https://www.jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/download/249/236 diakses pada: 14/12/2023
[6]https://sidogirimedia.com/wafatnya-harun-ar-rasyid-dan-awal-mula-konflik-antara-al-amin-dan-al-makmun/ diakses pada: 14/12/2023