TERJATUH BUKAN BERARTI RUNTUH

Digambarkan dalam sebuah kisah dalam diri saya sendiri.
Mungkin ini semua adalah berkat didikan ayah saya dulu, beliau cenderung diam seribu bahasa dalam menyelesaikan persoalan yang ada disekelilingnya. Bahkan masalah yang saya anggap di luar batas, beliau masih saja terlihat tidak menghiraukan atau terkesan apatis. Namun, di balik itu semua ternyata banyak sekali pelajaran yang sama sekali tidak saya ketahui. Jika dalam diamnya ayah saya, beliau selalu menegaskan bahwa tidak semua masalah diselesaikan dengan tindakan. Ada kalanya kita sebagai manusia biasa cukup mengetahui tentang hal tersebut.
Yang dimaksud dari kalimat di atas bahwa yang perlu kita lakukan adalah hanya dengan mengamati, menganalisis, memahami faktor dan akibat dari sudut pandang suatu masalah. Jika dirasa semua itu sudah cukup, barulah ayah saya menjalankan dengan Tindakan atau aksi.
Dari pelajaran di atas, sekarang saya mulai dapat merasakan itu semua. Banyak orang yang tidak suka dengan saya. Banyak juga yang mencoba menjatuhkan diri saya, apalagi yang membenci saya.
Then, sekarang saya lebih mengabaikan itu semua. Selama tidak kelewat batas, saya tidak akan menggubrisnya. Yang lebih saya pikirkan adalah bagaimana caranya berhasil dalam menjalankan semua hal yang telah terlintas di dalam mimpi-mimpi saya sebelumnya.
Cukup berat, tetapi itu harus saya lakukan.Jauh sebelum kisah ini saya tulis, ada cerita yang sangat membekas di dalam diri saya. Seperti halnya yang sudah tertera di dalam judul Terjatuh Bukan Berarti Runtuh. Spontan saya berfikir lebih dalam tentang hal ini.
Sedikit cerita, dulu ketika saya menginjak bangku SMP, saya pernah menulis pada sebuah kertas sobekan ‘Saya ingin menjadi guru agama’.
Kemudian saya pernah ditanya oleh guru saya, “Zi, setelah lulus mau lanjut kemana?”
Lantas saya menjawab, “Mau mondok, Bu.”
“Mondok? Mau jadi apa kamu kalau mondok? Sampai di sini saja perilakumu tak kunjung ada perubahan sama sekali, kamu selalu membuat kesalahan yang sama. Kalau kamu mondok nanti malah merepotkan pengurus,” repetnya dengan bahasa Jawa kasar sambil menertawakan saya.
Tanpa berfikir panjang, saya hanya diam dan meninggalkan beliau. Terkesan biadab karena guru sedang berbicara saya justru meninggalkannya. Hahaha ….
Sudahlah. Apa yang dikatakan guru saya tadi memang benar. Saya adalah siswa yang terkenal bandel di sekolah. Jarang mendengar ketika bapak atau ibu guru memberi nasehat, tetapi saya tidak hanya berhenti saat itu juga. Sampai detik ini saya masih ingat apa yang dikatakan beliau, bahkan saya jadikan sebagai pelajaran yang sangat pedih tetapi berharga. Saya belum runtuh. Saya masih bisa bangkit. Saya yakin.
Setelah lulus SMP, cita-cita saya untuk menimba ilmu di pondok akhirnya terwujud. Sedikit demi sedikit saya terapkan di kehidupan saya selanjutnya dari semua yang telah diajarkan oleh ustaz-ustaz di pondok.
Setelah lulus saya bingung mau kemana. Akhirnya, saya diutus oleh Abah Kyai untuk nderek putra beliau mondok di kota wali, Tuban. Entah apa yang terlintas di dalam benak saya. Tidak habis piker, ketika hidup lagi sulit-sulitnya, ehh ada tawaran yang sangat berharga.Rasa syukur dan bangga tidak henti-hentinya saya lantunkan kala itu juga. Walaupun tidak begitu lama—hanya dalam waktu sembilan bulan—saya sudah bersyukur.
Setelah pulang dari sana, saya memutuskan untuk mengabdi di pondok sebagai balas jasa kepada Abah Kyai. Beberapa bulan kemudian saya mendapat panggilan dari saudara Abah, Ustaz Idham namanya. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba beliau menawarkan beasiswa kuliah kepada saya. Sontak saya kaget dan heran. Semudah inikah saya menjalankan kehidupan, padahal masih banyak para abdi pondok yang lama di sini tetapi jarang mendapatkan tawaran seperti ini. Tanpa ada rasa sungkan dan canggung, langsung saya menganggukkan kepala dan mengiyakan tawaran dari beliau.
Di sinilah perjalanan hidup saya yang sesungguhnya dimulai. Akhirnya, saya dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah. Sebenarnya ini adalah cita cita saya selanjutnya setelah mondok. Berhubung sulitnya ekonomi, yang bisa saya lakukan hanyalah mengabdi dan ta’dzim apa yang didawuhkan kyai saya.
Ya Allah, tidak terasa yang dulu hanya sebatas mimpi, sekarang Engkau mulai tampakkan mimpi-mimpi tersebut di hadapan hamba-Mu ini.
Terima kasih kepada orang-orang baik di sekeliling saya yang sudah banyak membantu di kehidupan yang kini saya jalani. Terutama untuk kedua orang tua saya yang senantiasa memberikan rida di setiap langkah-langkah saya.
Sedikit teringat kaidah Ushul fiqih yang diajarkan kyai saya:
الْيَقِنُ لَا يُزَالُ بِالشَّكِّ
Artinya: “Keyakinan itu mengalahkan keraguan”.
Jadi, kunci dari semua yang kita lakukan adalah yakin, yakin dan yakin.Sedikit pesan dari guru saya, “Ketika kamu merasa berat menjalankan kehidupan, ingatlah ada seseorang yang mengutamakanmu dari pada kepentingan hidupnya, yaitu orang tuamu. Jadi, tidak ada alasan untuk menomorduakan urusan yang lebih utama di kehidupan kita.”
—Sekian—
Masha Allah keren banget ini kisahnya. Sampai merinding saya bacanya. Allahuakbar, Terima kasih atas ilmunya kak, semoga Allah Berikan balasan terbaik atas apa yang telah kakak bagikan ke kami. Dan aku sangat percaya dengan pesan terakhir mu, bahwa awal terwujudnya mimpi berawal dari keyakinan.